Barong Landung, protective figure blend of Balinese and Chinese culture.

barong landung

source: http://www.dtopengkingdommuseum.com/v3/page_the-museum_ID.html

In the museum D’topeng Kingdom, you will find Landung barong mask. Protective giant figure. Barong Landung very different from the barongbarong other in Bali. this is because it describes a combination of Balinese and Chinese were. until now still worshiped and revered as a protector of society. There are many villages in Bali which has Barong Landung as sungsungan or sacred. Barong Landung describe human nature associated with the power of gods or ancestors force the people of Bali.


Barong Landung is a 3-meter high giant puppets, male and female. Barong Landung allegedly suspected manifestation of the marriage of King Balingkang who holds Jaya Pangus with Chinese princess named Kang Ching Wei. Barong Landung male called Jero Gede. The mask is a little scary. blackish brown with prominent teeth. he has a split chin and long ears with earrings for coins. This mask depicts the ideal type of the Balinese times, hard and firm.

Barong Landung woman named Jero Luh who is the wife of Jero Gede. funny look on her face with a prominent forehead. slanted eyes, sweet smile. Her lips were painted red. Just like her husband, Jero Luh also have long ears. This mask is white yellowish, resembling the skin of the Chinese people.

Making Barong Landung in Bali requires a long process. Before entering the sculpting process, sangging (expert mask) mawinten ceremony or a spiritual cleansing ceremony. Barong Landung that will be sungsungan, preparations began on a good day by the people of Bali are called adult ayu.

Starting from the felling of trees, soaking the mask material, and began to hew his sangging always accompanied by ceremonial offerings. When sangging after Barong Landung carve and coloring it, the people took it to the house of the mask sangging. Then Barong Landung it into a place of prayer for the village. Then proceed with the ceremony mapasupati. Pasupati ceremony was performed by a priest and pray that it Barong Landung obtain spirits of the gods and goddesses.

Barong landung, sosok pelindung perpaduan budaya Bali dan Tiongkok.

barong landung

sumber: http://www.dtopengkingdommuseum.com/v3/page_the-museum_ID.html

Di museum D’topeng Kingdom room Bali, anda juga akan menemukan salah satu topeng barong Landung. Sosok pelindung yang berwujud raksasa. Barong Landung sangat berbeda dengan barong-barong lainnya di Bali. Barong ini sangat unik, karena menggambarkan perpaduan antara orang Bali dan orang Tiong- hoa dan sampai kini masih disembah dan dihormati sebagai pelindung masyarakat. Ada banyak desa atau banjar di Bali yang memiliki Barong Landung sebagai sungsungan atau dikeramatkan. Barong Landung tidak hanya menggambarkan potret manusia biasa, tetapi dia lebih menggambarkan watak manusia yang terkait dengan kekuatan dewa-dewi atau kekuatan para leluhur masyarakat Bali.

Barong Landung berbentuk boneka raksasa setinggi 3 meter, laki-laki dan perempuan. Barong Landung diduga diduga manisfestasi dari perkawinan Raja Balingkang yang bergelar Jaya Pangus dengan Putri Tiongkok bernama Kang Ching Wei. Barong Landung laki-laki disebut Jero Gede. Wujudnya tampak menakutkan. Topengnya berwarna coklat kehitam-hitaman dengan gigi yang menonjol. Dagu nya terbelah dan telinga panjang yang dihiasi anting-anting sebesar uang logam. Wataknya menggambarkan tipe ideal orang Bali masa lampau, keras dan tegas.

Barong Landung wanita diberi nama Jero Luh yang merupakan istri dari Jero Gede. Eskpresinya agak lucu dengan dahi yang menonjol. Matanya sipit, senyumnya manis. Bibirnya dihiasi gincu berwarna merah. Sama seperti suaminya, Jero Luh juga memiliki telinga panjang. Meskipun ada lubang tindik dikeduanya, tapi tidak ada anting-anting sebagai hiasan telinga. Warna topengnya putih kekuning-kuningan, menyerupai kulit orang Tionghoa.

Pembuatan Barong Landung di Bali memerlukan proses yang cukup panjang. Sebelum memasuki proses pemahatan, sangging (ahli topeng) melakukan upacara mawinten atau upacara pembersihan secara spiritual. Barong Landung yang akan dijadikan sungsungan, pembuatannya dimulai pada hari baik yang oleh masyarakat Bali disebut dewasa ayu.

Kayu yang dipilih sebagai bahan topeng Barong Landung adalah kayu pule atau kayu randu. Pohon yang tumbuh di halaman pura atau di dekat kuburan menjadi pilihan masyarakat, karena secara alamiah kayu-kayu itu dianggap sudah memiliki roh atau kekuatan ilahi.

Mulai dari penebangan pohon, merendam bahan topeng, dan sangging mulai menatah-nya senantiasa disertai dengan upacara sesajen. Ketika sangging usai mengukir dan mewarnai Barong Landung itu, masyarakat menjemputnya ke rumah sang sangging. Kemudian Barong Landung itu ke sebuah tempat sembahyang desa untuk. Kemudian dilanjutkan dengan upacara mapasupati. Upacara pasupati itu dilaksanakan oleh seorang pendeta dan mendoakan agar Barong Landung itu memperoleh roh dari para dewa dan dewi.

Proses selanjutnya adalah meninggalkan Barong Landung itu di sebuah pura atau tempat angker lainnya. Sesudah memperoleh kekuatan dari para dewa dan dewi, Barong Landung itu disimpan di sebuah pura dekat balai banjar atau pura yang lain. Kedua boneka sakral itu baru diberi upacara besar tiap 210 hari yang dinamakan hari odalan.

Sebelum hari odalan para pemuda anggota banjar sering mengarak Barong Landung itu keliling desa untuk mengusir roh-roh jahat. Demikian juga setiap hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali, Barong Landung dikeluarkan untuk pangruwatan atau pembersihan desa secara spiritual. .

Etika dan kaidah moral masyarakat Bali patut dijadikan bahan pendidik. Selain konteks pendidikan spiritual, pementasan barong landung juga berfungsi untuk mengungkapkan sejarah dan silsilah leluhur masyarakat Bali.